SHALAT sebagai sarana bermunajat dan menghadap pada sang Khalik, merupakan bentuk dialog antara hamba dan Tuhan. Sehingga ada sebagian orang yang merasa enggan melakukan kewajiban mi dengan alasan masih banyak melakukan dosa. Tetapi sebenarnya, shalat tidak sekedar berfungsi sebagai dialog saja, yang mengharuskan kesucian hati dan amal hamba. Shalat sendiri merupakan sarana yang diberikan oleh Tuhan kepada hamba-hambanya yang ingin menghapus dosa-dosanya.
Shalat adalah tempat segala pengaduan dan menghaturkan segala kejujuran atas yang tidak terungkap pada manusia. Penyesalan-penyesalan atas dosa yang telah dilakukan, tidaklah mampu melunakkan hati untuk kembali suci, jika tidak dibarengi dengan ketundukkan yang penuh. Rutinitas ibadahlah sebenarnya yang mampu melunakkan hati yang keras, dan membuka lebar pintu-pintu di dalarnnya untuk beranjak pada amal kebajikan. Dan sesungguhnya tidak ada ibadah yang paling rutin dikerjakan oleh umat Islam dalarn tiap harinya selain shalat. Shalat adalah pintu utarna untuk rnelangkah menuju kebaikan dan kelembutan hati, menerirna perintah dan sang Khalik.
Shalat yang dikerjakan dengan khusyu dan penuh dengan ketundukan dan kepasrahan yang total pada Rabb, akan membenikan energi spiritual. Energi inilah yang mengajak hati menjadi tenteram dan jiwa menjadi damai. Shalat dengan konsentrasi yang penuh untuk mengarahkan seluruh anggota tubuh kita dan ruhani kita bergerak menuju Rabb, akan menyeret diri kita dalam suasana yang santai dan rileks. Karena kita sedang melepaskan diri dan keadaan riil dan segala macam keruwetan peristiwa di sekitar kita.
Kondisi jiwa yang tenang dan pikiran yang bebas yang ditimbulkan oleh shalat, merupakan pengobatan yang efektif dalam menangani ketegangan dalam syaraf. Tegang akibat tekanan-tekanan dan berbagai permasalahan dunia yang belum terselesaikan. Jadi, shalat adalah berhenti sejenak untuk membuang jauh kegelisahan-kegelisahan akibat masalah dunia yang menimpa. Kalaupun kegelisahan itu masih terbawa dalam shalat, pada dasannya telah terjadi peperangan dalam jiwa seseorang. Yakni peperangan antara usaha untuk membuat hati khusyu dan tenang ketika shalat, dengan kegelisahan yang pada saat yang sama juga ia alami. Inipun sudah merupakan terapi sendini, yang dapat membantu seseorang keluar dan belenggu perasaannya yang tidak stabil.
Jiwa yang damai dan hati yang tenang adalah ciri-ciri orang yang rajin mengerjakan shalat. Dan shalat, sebagaimana dijelaskan Abu Sangkan, bahwa ia dapat mengurangi kecemasan, karena terdapat lima unsur di dalamnya yaim:
• Meditasi atau doa yang teratur, minimal lima kali dalam sehari
• Relaksasi melalui gerakan-genakan shalat
• Hetero atau auto sugesti dalam bacaan shalat
• Group therapy
• Hydno therapy
Pada saat shalat, seluruh syaraf tidak menghantarkan impuls getaran dan panca indera, sebab jiwa secara perlahan bergerak meninggalkan keterikatannya dengan badan. Keadaan ini disebut berpikir abstrak. Elektron-elektron pikiran berhenti berputar hingga kembali menjadi “aether” (energi non materi). Lalu dilepaskan oleh ruhani dan menjelma menjadi cahaya yang disebut nur fuad, cahaya batin, yang langsung kembali ke pangkalnya, yaitu Allah SWT Ketika getaran antara cahaya batin berjumpa dengan Nur Allah SW’T terjadilah keadaan jiwa yang berserah dan lepas bebas dan pengaruh-pengaruh alam atau sensasi tubuhnya.
Begitulah salah satu ungkapan Abu Sangkan mengenai shalat dan pengaruhnya, yang begitu mandalam hingga relung-relung jiwa. Semoga kita dapat menjalani shalat yang benar-benar ditenima oleh Allah SWT sebagai suatu ibadah. Dan juga mampu memberikan manfaat balk secara fisik atau bagi jiwa. Amin.
Sumber : Yusni A. Ghazali, “ Mukjizat Tahajud & Subuh”
Share